JAKARTA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menekankan bahwa setiap pelaku usaha, dari skala besar hingga kecil, wajib memenuhi kewajiban penyusunan Persetujuan Lingkungan (Perling), Persetujuan Teknis (Pertek), dan Surat Kelayakan Operasi (SLO). Penegasan ini disampaikan untuk menegakkan komitmen bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan Ibu Kota.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan bahwa Persetujuan Lingkungan sebagai prasyarat terbitnya Perizinan Berusaha bukan sekadar urusan administratif, melainkan bentuk komitmen nyata setiap usaha untuk menjaga kualitas lingkungan hidup dan kebersihan. “Dokumen ini jangan dilihat sebagai beban, tapi justru sebagai panduan agar pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan bisa berjalan bersama di Jakarta,” ujar Asep.
Pernyataan ini diperkuat oleh Plt. Kepala Sudin LH Kepulauan Seribu, Dadang Cahya Rusdiana dalam acara pembinaan dan pendampingan pelaku usaha di Kepulauan Seribu pada Kamis (11/9). Ia berharap kesadaran pelaku usaha di kepulauan tersebut akan pentingnya dokumen lingkungan terus meningkat. “Dengan begitu, aktivitas usaha di Kepulauan Seribu dapat berjalan selaras dengan kelestarian laut, ekosistem pesisir, dan kesehatan masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya alam,” tegas Dadang. Sebelum terbangun dan beroperasi, Persetujuan Lingkungan wajib disusun agar kegiatan tersebut tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pengendali Dampak Lingkungan dari Direktorat PDLUK KLH, Vincensia Tasha Devi, memaparkan tiga jenis persetujuan lingkungan berdasarkan dampaknya, yaitu Amdal, UKL-UPL, dan SPPL. Penanggung jawab usaha dapat melakukan penapisan secara mandiri berdasarkan kriteria skala dan besaran serta lokasi usaha dan/atau kegiatan. Seluruh proses dilakukan di tahap perencanaan dengan memperhatikan kesesuaian tata ruang dan peraturan. Nesti Cahyani, rekannya, mendemonstrasikan cara melaksanakan penapisan mandiri melalui Amdalnet.
Koordinator Pokja Pengendalian Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut KLH, Djurit Teguh Prakoso, menambahkan bahwa Persetujuan Teknis merupakan persyaratan penerbitan dan diintegrasikan dalam Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha. Usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah, emisi, B3, dan berpotensi mengganggu lalu lintas perlu menyusun Persetujuan Teknis.
“Contohnya, usaha di Kepulauan Seribu yang membuang limbah ke laut wajib memiliki Pertek Pembuangan Air Limbah ke Laut,” kata Djurit. Kemudian, setelah instalasi pengolahan air limbah (IPAL) selesai dibangun, pemerintah akan melakukan verifikasi lapangan dan menerbitkan Surat Kelayakan Operasional (SLO) jika kualitas air limbahnya memenuhi baku mutu sebagai bukti bahwa fasilitas tersebut layak beroperasi. “Langkah ini krusial untuk mencegah pencemaran laut,” tutup Djurit.