Beranda

Menu

Pilih menu navigasi

Berita
Preview Preview Preview Preview

DLH DKI Dorong Usaha Kuliner Terapkan Praktik Bisnis Berkelanjutan untuk Tekan Pencemaran

Sabtu, 29 November 2025 | 66 views

JAKARTA — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mendorong pelaku usaha kuliner di seluruh wilayah Ibu Kota untuk menerapkan praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan guna meningkatkan kualitas lingkungan. Upaya ini diperkuat melalui program pembinaan ECO ACT (Education, Collaboration, Action) melalui penguatan pemahaman dan kemampuan teknis pelaku usaha; peningkatan kolaborasi dengan akademisi, dunia usaha, mitra CSR dan komunitas; serta aksi nyata dan pilot project yang dapat direplikasi.

 

Wakil Kepala DLH DKI Jakarta, Dudi Gardesi Asikin, menegaskan bahwa sektor kuliner yang jumlahnya masif merupakan salah satu kontributor terbesar dalam menghasilkan limbah di Jakarta. Karena itu, penerapan standar lingkungan tidak lagi bersifat opsional.

 

“Pengelolaan limbah cair, sampah makanan, dan emisi harus menjadi bagian integral dari operasional usaha. Melalui ECO ACT, kami memastikan pelaku usaha memahami dan menjalankan standar lingkungan agar operasionalnya tidak menambah beban pencemaran Jakarta,” ujarnya.

 

Dari sisi pengelolaan sampah, Kapokja Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Ditjen Pengurangan Sampah dan Ekonomi Sirkular KLH, Wisti Noviani Adnin, mengungkapkan bahwa UMKM kuliner di Jakarta menghasilkan lebih dari 500 ton sampah per hari. Ia menekankan perlunya pemilahan dan pengolahan sampah langsung dari sumbernya.

 

“Pelaku usaha harus memilah sampah sejak di dapur. Kolaborasi dengan penyedia layanan pengelolaan sampah seperti peternakan, asosiasi maggot, atau komposter sangat penting agar sampah organik tidak lagi berakhir di TPA,” jelasnya.

 

Dukungan juga datang dari Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Kapasitas Usaha Mikro Kementerian Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM), Riesta Karentina, yang menilai pelaku usaha perlu menguasai green skills untuk dapat beradaptasi dengan tuntutan usaha berkelanjutan. Keterampilan tersebut meliputi manajemen limbah, desain produk berkelanjutan, hingga strategi pengurangan dan daur ulang sampah.

 

“Pelaku usaha bisa menjadi circular entrepreneur dengan mengubah model bisnis linear menjadi sirkular: buat, pakai, pulihkan. Pelajari juga eco-design dan upcycling untuk menciptakan nilai tambah,” tuturnya.

 

Ia turut mendorong penguatan komunikasi digital melalui komunitas daring dan kerja sama dengan micro-influencer untuk menyebarkan pesan keberlanjutan, terutama kepada generasi muda.

 

Di sisi lain, Founder Bahasa Bisnis, Edhy Surbakty, menyoroti pentingnya pengurangan food waste sebagai kunci bisnis kuliner berkelanjutan. Ia menyarankan pelaku usaha melakukan pencatatan sisa makanan di tiga titik kritis: persiapan dapur (prep), sisa makanan di piring (plate waste), dan bahan kedaluwarsa di penyimpanan (storage).

 

“Sediakan pilihan porsi small, regular, dan large, serta evaluasi menu yang jarang dipesan. Bekerja samalah dengan bank sampah, maggoters, atau komposter untuk mengolah sisa makanan,” terangnya.

 

Edhy juga menekankan pentingnya edukasi keberlanjutan melalui komunikasi dan kemasan. Pelaku usaha dapat memilih kemasan yang dapat didaur ulang serta menyediakan opsi “no cutlery” dengan pesan edukatif, misalnya: ‘Mengurangi sendok plastik hari ini berarti 3 gram plastik tidak masuk TPA.’

 

Menurutnya, praktik keberlanjutan dapat sekaligus memperkuat citra usaha melalui brand storytelling, misalnya menceritakan capaian pengurangan sampah dapur hingga 20 persen dalam tiga bulan.

 

Ia menutup dengan menekankan bahwa keberlanjutan justru membuka peluang pasar.

 

“Sebanyak 62 persen konsumen memilih produk berkelanjutan meski harganya lebih tinggi. Ini peluang besar bagi pelaku usaha kuliner,” tegasnya.